Swasembada Pangan

https://tiaralenggogeni.files.wordpress.com/2011/04/minggu-ke-8-swasembada-pangan.docx

Download Modul di Atas

Swasembada Pangan
Bab1
Pendahuluan

Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional semakin penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik sumbangan langsung dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri/biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional. Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan.
Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk: (a) meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional, (b) menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka, dan (c) meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan, yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian.


Bab 2
Pembahasan

Minggu ke-8 Swasembada Pangan
Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional semakin penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik sumbangan langsung dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri/biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional. Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan.
Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk:
(a) meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional, (b) menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka, dan (c) meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan, yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian.
Pencapaian hasil sektor pertanian
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tahun 2007 s/d 2008 mengalami pertumbuhan yang mengesankan yaitu sekitar 4.41 persen. Selain itu berdasarkan data kemiskinan tahun 2005-2008, kesejahteraan penduduk perdesaan dan perkotaan membaik secara berkelanjutan. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, dengan rincian 74% di perdesaan dan 55% di perkotaan.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, Nilai tukar petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani secara konsisten mengalami peningkatan selama periode tahun 2006-2008 dengan pertumbuhan sebesar 2,52 persen per tahun. Dengan kinerja yang kundusif seperti itu, neraca perdagangan komoditas pertanian mengalami peningkatan secara konsisten selama periode 2005-2008 dengan rata-rata pertumbuhan 29,29 persen per tahun.

Selain itu, pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian 1,56%/tahun, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan total angkatan kerja (1,24%/tahun) dan tenaga kerja non pertanian yang hanya sekitar 0,98%/tahun. Melihat kondisi tersebut mengakibatkan rata-rata pertumbuhan nilai investasi sektor pertanian tahun 2005 – 2007 mencapai 172,8%/tahun, lebih tinggi dibanding sektor lain.

Selama periode 2004-2008 pertumbuhan produksi tanaman pangan secara konsisten mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi padi meningkat rata-rata 2,78% per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008 (ARAM III), bahkan bila dibanding produksi tahun 2007, produksi padi tahun 2008 meningkat 3,12 juta ton (5,46%). Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini, sehingga tahun 2008 Indonesia kembali dapat mencapai swasembada beras, bahkan terdapat surplus padi untuk ekspor sebesar 3 juta ton. Keberhasilan tersebut telah diakui masyarakat international, sebagaimana terlihat pada Pertemuan Puncak tentang Ketahanan Pangan di Berlin bulan Januari 2009. Beberapa negara menaruh minat untuk mendalami strategi yang ditempuh Indonesia dalam mewujudkan ketahan pangan.

Demikian pula produksi jagung meningkat 9,52% per tahun (dari 11,23 juta ton pipilan kering tahun 2004 menjadi 15,86 juta ton tahun 2008). Bahkan dibanding produksi jagung tahun 2007, peningkatan produksi jagung tahun 2008 mencapai 19,34% (naik 2,57 juta ton). Pencapaian produksi jagung tahun 2008 juga merupakan produksi tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Selanjutnya, produksi kedele juga meningkat 2,98% per tahun dari 723 ribu ton biji kering tahun 2004 menjadi 761 juta ton biji kering tahun 2008 (ARAM III).

Peningkatan produksi tanaman pangan yang spektakuler tahun 2008 (terutama padi, jagung, gula, sawit, karet, kopi, kakao dan daging sapi dan unggas), dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Pertama, Tingginya motivasi petani/pelaku usaha pertanian utnuk berproduksi karena pengaruh berbagai kebijakan dan program pemerintah meliputi penetapan harga, pengendalian impor, subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, penyediaan modal, akselerasi penerapan inovasi teknologi, dan penyuluhan.. Kedua, perkembangan harga-harga komoditas pangan di dalam negeri yang kondusif sebagai refleksi dari perkembangan harga di pasar dunia dan efektifitas kebijakan pemerintah. Ketiga, kondisi iklim memang sangat kondusif dengan curah hujan yang cukup tinggi dan musim kemarau relatif pendek.

Untuk komoditas sumber pangan lainnya, produksi gula/tebu juga meningkat 6,76% per tahun dari 2,05 juta ton tahun 2004 menjadi 2,85 juta ton tahun 2008 (ARAM III). Demikian juga untuk komoditas daging sapi, baik dari segi populasi maupun produksi daging meningkat cukup besar. Peningkatan populasi ternak mencapai 12,75% (dari 10,5 juta ekor tahun 2004 menjadi 11,87 juta ekor tahun 2008), sedangkan produksi daging sapi meningkat 3,83% (dari 339,5 ribu ton menjadi 352,4 ribu ton).

Jika dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN, produksi dan produktivitas pangan strategis Indonesia relatif lebih tinggi. Gambaran tentang produksi dan produktivitas padi dan jagung di beberapa Negara ASEAN tercantum dalam Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Padi di ASEAN Tahun 2006
Negara Luas Panen Produksi Produktivitas
(1000 ha) (1000 metric tons) (kg/ha)
Indonesia 11,786.43 54,454.937 4,620
Filipina 4,159.930 15,326.706 3,684
Thailand 9,524.846 30,945.774 3,249
Malaysia 658.200 2,202.000 3,254
Vietnam NA 35,917.900 4,981
Sumber: FAOStat, 2008
Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Jagung di ASEAN Tahun 2006
Negara Luas Panen Produksi Produktivitas
(1000 ha) (1000 metric tons) (kg/ha)
Indonesia 3,345.805 11,609.463 3,470
Filipina 2,570.673 6,082.109 2,366
Thailand 951.970 4,057.698 3,913
Malaysia 10.000 39.800 3,980
Vietnam NA 3,819.400 3,700
Sumber: FAOStat, 2008
Strategi kebijakan pembangunan pertanian

Tujuan akhir pembangunan pertanian adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui sistem pertanian industrial. Secara operasional pencapaian tujuan tersebut ditempuh melalui tahapan-tahapan pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Kebijakan dan program pembangunan pertanian jangka panjang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan selanjutnya dijabarkan lebih lanjut ke dalam rencana pembangunan pertanian tahunan.

Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan, Departemen Pertanian telah menyusun Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Pertanian Jangka Panjang (2005 – 2025), Jangka Menengah (2005-2009) dan tahunan. Adapun sasaran jangka panjang pembangunan pertanian, adalah : (1) Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing; (2) Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri; (3) Terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat pertanian serta (4) Terhapusnya kemiskinan di sektor pertanian dan tercapainya pendapatan petani US$ 2500/kapita/tahun.

Tujuan jangka menengah pembangunan pertanian (2005-2009) adalah : (1) membangun SDM aparatur profesional, petani mandiri, dan kelembagaan pertanian yang kokoh; (2) meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan; (3) memantapkan ketahanan dan keamanan pangan; (4) meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian; (5) menumbuh-kembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan; dan (6) membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.

Untuk pencapaian tujuan tersebut pemerintah menyusun strategi, kebijakan dan mengimplementasikan berbagai program/kegiatan pembangunan pertanian, baik lintas subsektor maupun program subsektor. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009, ada tiga kebijakan utama yang diimplementasikan Departemen Pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi Pangan dan Akses Rumah Tangga terhadap Pangan; (2) Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Produk Pertanian; (3) Perluasan Kesempatan Kerja dan Diversifikasi Ekonomi Perdesaan.

Selanjutnya, dalam implementasi kebijakan-kebijakan tersebut ada dua strategi besar yang ditempuh Departemen Pertanian. Pertama, memperkokoh fondasi pembangunan pertanian melalui Panca Yasa, ditempuh dengan strategi : (1) Penyediaan/perbaikan infrastruktur; (2) Penguatan kelembagaan; (3) Perbaikan sistem penyuluhan; (4) Penanganan pembiayaan pertanian; (5) Fasilitasi pemasaran hasil pertanian
Kedua, melakukan Akselerasi pembangunan pertanian, yang ditempuh melalui strategi, yaitu: a) melibatkan partisipasi berbagai komponen masyarakat, b) padanan satu desa – satu penyuluh, c) sinergisme seluruh potensi sumberdaya, d) fokus komoditas, e) perencanaan berdasarkan master plan dan road map, f) penguatan Sistem Monitoring dan Data Base, dan g) pengarusutamaan gender dan pendekatan sosial budaya.

Dengan beragamnya jenis komoditas pertanian yang tumbuh di Indonesia, diperlukan strategi yang tepat dalam menentukan pilihan komoditas yang prioritas untuk dikembangkan. Prioritas penanganan difokuskan pada komoditas pertanian yang secara nasional dapat memberikan dampak nyata dan dirasakan hasilnya oleh petani, maupun masyarakat konsumen. Sehubungan itu, telah dirumuskan lima komoditas pangan utama yang diprioritaskan dengan sasaran akhir sebagai berikut: (a) padi dengan sasaran swasembada berkelanjutan; (b) jagung dengan sasaran swasembada tahun 2007-2008; (c) kedele dengan sasaran swasembada tahun 2015; (d) gula dengan sasaran swasembada tahun 2009; dan (e) daging sapi dengan sasaran mencapai kecukupan tahun 2010.

Masalah dan Tantangan dalam Pembangunan Pertanian

Tantangan dan permasalahan mendasar pembangunan sektor pertanian berkaitan dengan sarana prasarana, permodalan, pasar, teknologi, dan kelembagaan petani, yang masih memerlukan penanganan yang berkelanjutan disamping munculnya persoalan-persoalan baru. Walaupun dihadapkan pada berbagai permasalahan dan hambatan, sektor pertanian telah mampu menunjukkan keberhasilan dan perkembangan yang menggembirakan.

Khusus untuk masalah lahan pertanian, rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir khususnya di pulau Jawa. Antara tahun 1978 – 1998, misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta ha. Padahal kenyataannya sawah irigasi masih tetap merupakan sumberdaya lahan yang terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah masih memberikan kontribusi sebesar sekitar 90 persen sedangkan pangsa produksi berkisar 95 persen. Bila terjadi penurunan luas sawah irigasi yang tidak terkendali maka akan mengakibatkan turunnya kapasitas lahan sawah untuk memproduksi padi. Lebih dari itu jika proses degradasi kualitas jaringan irigasi terus berlanjut maka eksistensi lahan tersebut sebagai sawah sulit dipertahankan. Yang segera akan terjadi adalah alih fungsi lahan sawah tersebut ke penggunaan lain (pertanian lahan kering ataupun ke peruntukan non pertanian).

Data empiris menunjukkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan produksi padi sawah 4,78 persen (Tahun 2003-2007), dibutuhkan pertumbuhan luas lahan sawah sebesar 2,47 persen. Hal ini menunjukkan penambahan luas lahan sawah masih sangat dibutuhkan dalam peningkatan produksi padi. Hal ini dapat dilihat dari anggaran yang cukup besar dalam pembangunan pertanian, dimana selama periode 2002-2007, rata-rata anggaran pertanian yang terbesar adalah untuk sarana dan prasarana (infrastruktur) yaitu 10,5 persen dan yang kedua adalah bantuan permodalan sebesar 8,5 persen. Urutan berikutnya adalah penyuluhan (2,7%), penelitian dan pengembangan (1,6%), dan pendidikan dan latihan (1,3%).

Tidak hanya dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam kebijakan insentif harga juga dilakukan seperti pada kebijakan insentif harga yang dapat dilihat dari peninjauan HPP setiap tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila terjadi kenaikan HPP gabah sebesar 10% akan mendorong peningkatan harga beras sebesar 8,1%. Peningkatan harga beras 10% akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 1%. Peningkatan harga beras 10% meningkatkan inflasi 0,52%. Inilah tantangan secara makro dalam perekonomian nasional bagaimana disatu sisi dapat meningkatkan harga untuk kepentingan petani namun dipihak lain ada sebagian masyarakat merasa dirugikan. Walaupun demikian keberhasilan pembangunan pertanian bisa mengakibatkan jumlah rumah tangga petani khususnya rumah tangga petani padi dan palawija meningkat sebesar 4,06 persen.

Beberapa kebijakan pokok yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian produksi pangan tersebut adalah: (a) Pengawalan Dan Bantuan Sarana Produksi: benih/bibit unggul, pupuk, alat mesin pertanian, obat hewan; (b) Bantuan Permodalan: fasilitas kredit kkp-E, BLM- KIP, PUAP, DPM-LUEP, KP-ENRP, LM3, PMUK; (C) Perbaikan Infrastruktur Pertanian: perluasan Areal, JITUT, JIDES, TAM, jalan usaha tani, embung, pengembangan irigasi air tanah; (d) Fasilitasi Pengembangan Pasar dan Peningkatan Mutu Produk; (e) Inovasi dan Percepatan Diseminasi Teknologi; (f) Pendampingan dan pengawalan intensif: SL PHT, SL PHP, SL Iklim, penyuluh, tokoh masyarakat, aparat; (g) Penyediaan Dana Tanggap Darurat; dan (h) Koordinasi Intensif Pusat – Daerah.

Bab 3
Penutup

Sebagai sektor strategis, pembangunan pertanian menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan serta kondisi lingkungan sosial-ekonomi-politik-budaya yang sangat dinamis. Departemen Pertanian sebagai penanggungjawab dan simpul koordinasi pembangunan pertanian telah menyusun dan mengembangkan berbagai target pembangunan dengan menetapkan tujuan, arah, strategi, dan kebijakan sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pembangunan pertanian. Operasionalisasi pembangunan pertanian jangka panjang yang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan dijabarkan lebih lanjut ke dalam rencana pembangunan pertanian tahunan. Strategi pencapaian masing-masing tujuan dijabarkan dengan jelas, didukung dengan kebijakan dan program yang akan diimplementasikan secara menyeluruh, teritegrasi, efisien dan sinergi, baik oleh pemerintah melalui internal Departemen Pertanian, bekerjasama dengan instansi luar pertanian, maupun dengan swasta dan pengusaha serta mengupayakan keterlibatan masyarakat terutama petani.

Referensi : http://www.google.com

Usaha Kecil dan Menengah & Penanaman Modal Asing

Usaha Kecil dan Menengah
Bab 1
Pendahuluan

Selama ini perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia mendapat perhatian serius baik dari pemerintah maupun kalangan masyarakat luas, terutama karena kelompok unit usaha tersebut menyumbang sangat banyak kesempatan kerja dan oleh karena itu menjadi salah satu sumber penting bagi penciptaan pendapatan. Selain itu, UKM juga berperan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan PDB dan ekspor nonmigas, khususnya ekspor barang-barang manufaktur. Karena pentingnya tiga peran ini, maka secara metodologi, perkembangan UKM di dalam suatu ekonomi selalu di ukur dengan tiga indikator, yakni jumlah L, NO, atau NT, dan nilai X dari kelompok usaha tersebut, baik secara absolut maupun relatif terhadap usaha besar (UB).
UKM terdapat di semua sektor ekonomi, termasuk di industri manufaktur dan perdagangan. Oleh karena itu industri dan dagang kecil (IDK) tergolong dalam batasan UK menurut Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang UK, maka batasan IDK didefinisikan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag), sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta dan mempunyai nilai penjualan pertahun sebesar Rp 1 miliar atau kurang. Batasan mengenai skala usaha menurut BPS yaitu berdasarkan kriteria jumlah L sudah mulai juga digunakan oleh Deperindag, yakni sebagai berikut. Industri dan dagang mikro (IDMI): 1-4 orang; industri dan dagang kecil (IDK): 5-19 orang; industri dan dagang menengah (IDM): 20-99 orang, dan industri dan dagang besar (IDB): 100 orang atau lebih.

Bab 2
Pembahasan

Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM
Jumlah unit UKM bervariasi menurut sektor, dan terutama UK terkonsentrasi di pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah UK di sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan UM yang tumbuh 1,2%). Walaupun tidak ada studi-studi empiris yang dapat mendukung, namun dapat diduga (hipotesis) bahwa kenaikan jumlah unit UK tersebut erat kaitannya dengan boom yang di alami oleh beberapa subsektor pertanian, khususnya perkebunan sebagai efek “positif” dari depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Distribusi jumlah unit usaha menurut skala usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan atas UB di pertanian, dan di sisi lain, dilihat dari jenis produk yang dibuat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan metode produksi yang diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha ‘primitif’.
Perkembangan UKM di Industri pengolahan dan perdagangan berdasarkan data Deperindag menunjukkan bahwa secara umum jumlah unit industri kecil dan menengah (IKM) dan dagang kecil dan menengah (DKM) selama periode 1998-2001 mengalami peningkatan masing-masing dari 2,1 juta ke hampir 2,9 juta unit dan dari 8,3 juta ke hampir 9,7 juta unit. Di dalam kelompok IKM, jumlah unit IK tumbuh rata-rata 11,1% per tahun, yang masing-masing hanya sekitar 6% lebih; sedangkan jumlah unit DKM tumbuh rata-rata 5,13% per tahun, juga lebih tinggi di bandingkan rekannya dari skala yang lebih besar. UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja, atau sumber pendapatan bagi masyarakat/RT miskin. Hal ini di dasarkan pada fakta empiris yang menunjukkan bahwa kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih banyak orang di bandingkan jumlah orang yang bekerja di UB. Dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan yang besar antara tingkat kepadatan L dari UK dibandingkan dari UM. Jumlah L yang di serap oleh UK tahun 2000 mencapai 63,5 juta orang dan naik menjadi hampir 65,3 juta orang tahun 2001. Sebagai perbandingan, pada tahun 2000 UM dan UB hanya menyerap masing-masing 7 juta dan 300 ribu orang lebih, dan pada tahun 2001 hampir mencapai 8 juta dan 400 ribu orang lebih.
Pentingnya UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan kesempatan kerja di Indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi statis, yakni jumlah orang yang bekerja di kelompok usaha tersebut yang jauh lebih banyak daripada yang diserap oleh UB, tetapi juga dapat dilihat pada kondisi dinamis, yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang lebih tinggi daripada di UB. Di dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan antara UK dan UM. Dengan laju pertumbuhan L rata-rata per tahun di UK yang relatif lebih tinggi di bandingkan di UM dan UB, maka secara relatif kontribusi penyerapan L di UK meningkat selama periode yang diteliti, dari 87,62% tahun 1997 ke 88,59% tahun 2001.
Informasi mengenai UK di industri pengolahan dari data BPS dalam publikasi tahunannya statistik Indonesia 2001 menunjukkan bahwa jumlah unit IMI jauh lebih banyak di bandingkan jumlah unit IK, dan ini memang merupakan salah satu karakteristik dari UK di LDCs atau negara-negara berpendapatan rendah, dibandingkan di Dcs atau negara-negara berpendapatan tinggi, di mana UK pada umumnya adalah usaha modern. Dan kelompok usaha tersebut sangat dominan di industri-industri yang memproduksi barang-barang konsumsi sederhana seperti makanan dan minuman, tekstil dan produk-produknya (TPT), dan produk-produk dari kayu.


Nilai Output dan Input

Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi NO atau NT dari UK terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari UM. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di UK lebih tinggi daripada di UM, melainkan lebih di dorong oleh jumlah unit dan L yang memang jauh lebih banyak di UK dibandingkan di UM (dan UB). Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai NO dan NT dari UK di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri. Ada beberapa hal yang menarik. Pertama, NO atau NT bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga yang di tunjukkan oleh data dari sumber-sumber lain) terdapat di tiga subsektor, yakni makanan, minuman, dan tembakau, tekstil dan produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya, dan kayu beserta produk-produknya, yang lagi-lagi memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu di bandingkan di subsektor-subsektor lainnya.
Kedua, dibeberapa kelompok industri No dan NT dari IMII lebih besar dibandingkan IK. Sedangkan hasil SUSI 2000 menyajikan data mengenai nilai produksi bruto (NO), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Terakhir, data Deperindag menunjukkan bahwa dari NO total dari IDK sekitar 57,3 triliun rupiah. Tiga subsektor tersebut merupakan pusat konsentrasi dari kegiatan produksi UK.

Ekspor

Selain kontribusinya terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuhan X, khusunya X manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi-X nya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor – faktor keunggulan relatif yang dimiliki Ukm Indonesia atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam (UB) maupun luar negeri. Data Deperindag juga memberikan informasi mengenai perkembangan kinerja X dari IK untuk sejumlah komoditi. Dari segi nilai X, pakaian jadi, batik dan TPT lainnya serta barang-barang jadi dari kulit seperti tas merupakan X unggulan IK. Secara keseluruhan, nilai X dari IK setiap tahun sangat kecil jika di bandingkan dengan IM dan IB. Data Deperindag menunjukkan bahwa dalam tahun 2001 saham X dari IK sebagai suatu persentase dari ekspor total dari produk-produk nonmigas sekitar 6,9%, sedikit naik dibandingkan tahun 1999 yang sebesar 6,1%.

Prospek UKM Dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Perekonomian Dunia
bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun di sisi lain juga menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapat di hadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda.

1. Sifat Alami dari Keberadaan UKM

Data mengenai jumlah UKM yang disajikan di atas menunjukkan bahwa jumlah UKM bertambah terus setiap tahun, terkecuali tahun 1998, pada saat banyak perusahaan dari semua skala usaha menghentikan kegiatan produksi mereka karena krisis ekonomi. Berdasarkan data tersebut, dapat diperkirakan bahwa jumlah UKM sekarang dan tahun-tahun berikutnya kan meningkat. Relatif lebih baiknya UK dibandingkan UM atau UB dalam menghadapi krisis ekonomi tahun1998 tidak lepas dari sifat alami dari keberadaan UM, apalagi UB di Indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat memprediksi masa depan UK atau UKM.

2. Kemampuan UKM

Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan T, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme) merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Pentingnya tiga faktor keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di masa depan, dapat dipahami dengan menggunakan kerangka pemikiran teoritis.

Penanaman Modal Asing


A. Pengertian Penanaman Modal Asing

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.

Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini menurut pasal 2 ialah :

a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat terse-but tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.

Adapun modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan
perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusaha¬an di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.


B. Bentuk Hukum, Kedudukan dan Daerah Berusaha

Menurut pasal 3 UPMA perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Penanaman modal asing oleh seorang asing, dalam statusnya sebagai orang perseorangan, dapat menimbulkan kesulitan/ketidak tegasan di bidang hukum Internasional. Dengan kewajiban bentuk badan hukum maka dengan derai-kian akan mendapat ketegasan mengenai status hukumnya yaitu badan hukum Indonesia yang tunduk pada hukum Indonesia. Sebagai badan hukum terdapat ketegasan tentang modal y ditanam di Indonesia.
Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahaan-perusa-haan modal asing di Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, macam perusahaan. besarnya penanaman modal dan keinginan Ekonomi Nasional dan Daerah (Pasal 4). Dengan ketentuan ini maka dapat diusahakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia dengar,

C. Badan Usaha Modal Asing

Dalam pasal 5 UPMA disebutkan, bahwa :
a) Pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam-an modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut.
b) Perincian menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi.
Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak menurut pasal 6 UPMA adalah sebagai berikut :
a. pelabuhan-pelabuhan
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum
c. telekomunikasi
d. pelayaran
e. penerbangan
f. air minum
g. kereta api umum
h. pembangkit tenaga atom
i. mass media.

D. TenagaKerja

Menurut pasal 9 UPMA pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahaan-perusahaan di mana modalnya ditanam.
Kepada pemilik modal asing diperkenankan sepenuhnya menetapkan direksi perusahaannya. Kiranya hal demikian itu sudah sewajarnya karena penanaman modal asing ingin menyerahkan pengurusan modal kepada orang yang dipercayanya. Dalam hal kerjasama antara modal asing dan modal nasional direksi ditetap-kan bersama-sama.
Dalam pasal 10 ditegaskan, bahwa perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warganegara Indonesia kecuali dalam hal-hal tersebut pada pasal 11. Sedangkan dalam pasal 11 UPMA disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli warganegara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia.
Perusahaan-perusahaan modal asing berkewajiban menyeleng-garakan atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan di dalam atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur tenaga-tenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia.

E. Pemakaian Tanah

Dalam pasal 14 UPMA disebutkan, bahwa untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan tanah dengan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku.
Ketentuan pasal 14 ini yang memungkinkan diberikannya tanah kepada perusahaan-perusahaan yang bermodal asing bukan saja dengan hak pakai, tetapi juga dengan hak guna bangunan dan hak guna usaha, merupakan penegasan dari apa yang ditentukan di dalam pasal 55 ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria, berhubungan dan pasal 10, 62 dan 64 Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/ 1969.
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria pasal 35, pasal 29 dan pasal 41, maka hak guna bangunan tersebut dapat diberikan dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, yang meng-ingat keadaan perusahaan dan bangunannya dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Hak guna usaha dapat diberikan dengan jangka waktu paling lama 25 tahun.
Kepada perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan macam tanaman yang diusahakannya memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha dengan jangka waktu hak guna usaha tersebut dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Hak pakai diberikan dengan jangka waktu menurut keperluannya, dengan mengingat pembatasan-pembatasan bagi hak guna bangunan dan hak guna usaha tersebut di atas.


F. Jangka Waktu Penanaman Modal Asing, Hak Transfer dan Repatriasi

Pasal 18 UPMA menegaskan, bahwa dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya yang : tidak melebihi 30 (tigapuluh) tahun.
Selanjutnya (menurut Penjelasan Pasal 18 UPMA) diadakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Perusahaan Modal Asing harus mengadakan pembukaan ter-sendiri dari modal asingnya;
b. Untuk menetapkan besarnya modal asing maka jumlahnya harus dikurangi dengan jumlah-jumlah yang dengan jalan repatriasi telah ditransfer;
c. Tiap tahun perusahaan diwajibkan menyampaikan kepada Pemerintah suatu ikhtisar dari modal asingnya.

Mengenai hak transfer, dalam pasal 19 UPMA ditetapkan sebagai berikut :

1) Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta asing dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk :
a. Keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan kewajiban-kewajiban pembayaran lain;
b. biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di Indonesia;
c. biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut;
d. penyusutan atas aht-alat perlengkapan tetap;
e. kompensasi dalam hal nasionalisasi.

2) Pelaksanaan transfer ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.
modal asing. Dirasakan adil apabila perusahaan-perusahaan yang menggunakan modal asing tidak diperbolehkan merepatriasi modalnya mentransfer penyusutan selama perusahaan-perusahaan itu masih memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain. Perlu diterangkan bahwa transfer keuntungan modal asing dapat dilakukan juga selama perusahaan itu memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain.

G. Nasionalisasi dan Kompensasi

Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/pencabutan hak milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modal asing atau tindakan-tindakan yang mengurangi hak menguasai atau mengurus perusahaan yang bersangkutan.kecuali jika dengan Undang-undang dinyatakan kepentingan Negara menghendaki tindakan demikian (Pasal 21).
Jika diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21 maka Pemerintah wajib memberikan kompensasi/gantirugi yang jumlah, macam dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan asas-asas hukum internasional yang berlaku. Apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat persetujuan mengenai jumlah, macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka akan diadakan arbitrasi yang putusannya mengikat kedua belah pihak.
Untuk menjamin ketenangan bekerja modal asing yang ditanam di Indonesia maka dalam pasal ini ditetapkan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan modal asing, kecuali jika kepentingan negara menghendakinya. Tindakan demikian itu hanya dapat dilakukan dengan Undang-undang serta dengan pemberian kompensasi menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional.

H. Kerjasama Modal Asing dan Modal Nasional

UPMA daJam pasal 23 menegaskan, bahwa daJam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerja-sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentuan dalam pasal 3 di atas.
Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan cara-cara kerjasama antara modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa.
Pengertian modal nasional dalam Undang-undang ini meliputi modal Pemerintah Pusat dan Daerah, Koperasi dan modal swasta nasional.
Adapun keuntungan yang diperoleh perusahaan modal asing sebagai hasil kerjasama antara lain modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23 setelah dikurangi pajak-pajak serta” kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian modal asing yang ditanam (Pasal 24).
Pertanian Oleh Petani Untuk Pertanian

Bab 3
Penutup
Kesimpulan

Usaha Kecil dan Menengah

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Penanaman Modal Asing

Dewasa ini hampir di semua negara, khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing. Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Yang menjadi permasalahan bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, seperti stabilitas ekonomi, politik negara, penegakan hukum.

Penanaman modal memberikan keuntungan kepada semua pihak, tidak hanya bagi investor saja, tetapi juga bagi perekonomian negara tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para investor. Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Bukan haya itu seringkali suatu negara tidak dapat menentukan politik ekonominya secara bebas, karena adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing.

Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah dilakukan. Hal ini didukung oleh arah kebijakan ekonomi dalam TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999 salah satu kebijakan ekonomi tersebut adalah :

“mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar, melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang.”

Kebijakan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi impor, sehingga Indonesia dapat meningkatkan penghasilan devisa dan mampu menghemat devisa, oleh karena itu usaha-usaha di bidang tersebut diberi prioritas dan fasilitas. Alasan kebijakan yang lain yaitu agar terjadi alih teknologi yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia.

Upaya pemerintah untuk mencari modal asing agar mau kembali menanamkan modalnya di Indoensia sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Ditambah lagi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1998, penanaman modal di Indonesia semakin menurun. Jangan menarik investor, menjaga investor yang sudah ada saja belum maksimal, misalnya dengan tutupnya perusahaan asing seperti PT. Sony Electornics Indonesia pada 27 Nopember 2002. Terlebih lagi pada tahun 2003 yang lalu, hal ini dikarenakan adanya invasi Amerika ke Irak serta mewabahnya penyakit sindrom pernafasan akut. Hal ini menimbulkan ketidak pastian perekonomian dunia dan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia terutama terhadap penanam modal, padahal pemerintah telah mencanangkan tahun 2003 ini sebagai tahun investasi.

Untuk bisa memenuhi harapan tersebut, pemerintah, aparat hukum dan komponen masyarakat dituntut untuk segara menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi. Menyadari pentingnya penanaman modal asing, pemerintah Indonesia menciptakan suatu iklim penanaman modal yang dapat menarik modal asing masuk ke Indonesia. Usaha-usaha tersebut antara lain adalah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman modal asing dan kebijaksanaan pemerintah yang pada dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan investor.

Usaha pemerintah untuk selalu memperbaiki ketentuan yang berkaitan dengan penanaman modal asing antara lain dilakukan dengan memperbaiki peraturan dan pemberian paket yang menarik bagi investor asing. Pada akhirnya harus tetap diingat bahwa maksud diadakannya penanaman modal asing hanyalah sebagai pelengkap atau penunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan ketentuan swadaya masyarakat, oleh karena itu pemerintah harus bijaksana dan hati-hati dalam memberikan persetujuan dalam penanaman modal asing agar tidak menibulkan ketergantungan pada pihak asing yang akan menimbulkan dampak buruk bagi negara ini dikemudian hari.

Daftar Pustaka
http://petanitangguh.blogspot.com/2010/06/penanaman-modal-asing.html
http://perpustakaan-online.blogspot.com/2008/06/tujuan-penanaman-modal-asing.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah
Tambunan, Tulus T.H. (1996), Perekonomian Indonesia,Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan Ekonomi Daerah
Bab 1
Pendahuluan

Pembangunan ekonomi sejak Pelita 1 hingga krisis tahun 1997 memang telah memberi hasil-hasil positif bagi perekonomian Indonesia, terutama jika dilihat dari sisi kinerja ekonomi makronya. Tingkat PN riil rata-rata perkapita mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari hanya sekitar US$ 50 pertengahan 1960-an menjadi lebih dari US$ 1000 pertengahan 1990-an, dan bahkan Indonesia sempat disebut sebagai calon negara industri baru di Asia Tenggara, satu tingkat di bawah NICs. Namun, dilihat dari sisi kualitasnya, ternyata proses pembangunan ekonomi selama Orde Baru telah menciptakan suatu kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk ketimpangan dalam distribusi pendapatan antarkelompok, maupun kesenjangan ekonomi/pendapatan antardaerah/provinsi. Pembangunan ekonomi yang tidak merata antarprovinsi membuat sebagaian masyarakat (kalau tidak bisa dikatakan semuanya) di banyak daerah di luar pulau jawa seperti Aceh, Irian Jaya(Papua), dan Riau ingin melepaskan diri dari Indonesia.
Ada sejumlah indikator yang dapat digunakan untuk menganalisis derajat kesenjangan dalam pembangunan ekonomi antarprovinsi, di antaranya adalah produk domestik regional bruto (PDRB) per provinsi atau distribusi provinsi dalam pembentukan PDB nasional, PDRB atau pengeluaran konsumsi rumah tangga rata-rata per kapita, indeks pembangunan manusia (IPM), kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB, dan tingkat kemiskinan.

Bab 2
Pembahasan

Distribusi PDB Nasional Menurut Provinsi
Distribusi PDB nasional menurut wilayah atau provinsi merupakan indikator utama di antara indikator-indikator lain yang umum digunakan untuk mengukur derajat penyebaran dari hasil pembangunan ekonomi di suatu negara. PDRB yang relatif sama antarprovinsi memberi suatu indikasi bahwa distribusi PDB nasional relatif merata antarprovinsi, yang berarti kesenjangan ekonomi antarprovinsi relatif kecil.
Untuk kasus Indonesia, seperti yang dapat diduga sebelumnya, data BPS mengenai PDRB dari 27 provinsi menunjukkan bahwa sebagaian besar dari PDB nasional berasal dari provinsi-provinsi di pulau Jawa, khususnya provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Selama dekade 90-an, provinsi-provinsi tersebut menyumbang lebih dari 60% terhadap pembentukan PDB Indonesia.

PDRB Rata-Rata Perkapita dan Tren Pertumbuhannya
Karena tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan ini umum di ukur dengan pendapatan rata-rata perkapita, maka distribusi PDB nasional menurut provinsi menjadi indikator yang tidak berarti dalam mengukur ketimpangan dalam pembangunan ekonomi regional jika tidak dikombinasikan dengan tingkat PDRB rata-rata per kapita.
Sejak tahun 1970-an hingga saat ini sudah banyak penelitian dan pengkajian mengenai pembangunan ekonomi regional Indonesia yang memfokuskan pada ketimpangan ekonomi antarprovinsi, sedangkan tingkat ketimpangan pada tahun 1998 menunjukkan sedikit penurunan dari 0,671 pada tahun1997 menjadi 0,605. Menurut studi ini, penurunan indeks tersebut diperkirakan sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi dimana banyak daerah-daerah maju dengan tingkat konsentrasi industri yang tinggi, seperti di Jawa mengalami kemunduran ekonomi yang sangat tajam. Sedangkan provinsi – provinsi yang kurang maju pada umumnya adalah daerah – daerah pertanian, misalnya Sulawesi, dan sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan merupakan satu – satunya sektor yang cukup mendapatkan keuntungan dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS. Hal ini membuat perekonomian provinsi – provinsi tersebut tidak terlalu terpukul oleh krisis ekonomi.
Studi lain yang juga dengan indeks Theil adalah dari Akita dan Alisjahbana (2002). Dengan memakai data output dan populasi pada tingkat kabupaten/ kota untuk periode 1993 – 1998, mereka melakukan analisis dekomposisi ketimpangan regional e dalam tiga komponen, yakni antarwilayah (yakni Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lainnya), antarprovinsi, dan di dalam provinsi.
Pernyataan lain yang juga penting yang juga berkaitan dengan perbedaan kinerja kerja ekonomi antarprovinsi adalah apakah terjadi Konvergensi di Indonesia. Dalam konteks pembangunan regional di Indonesia, konvergensi adalah suatu proses pertumbuhan ekonomi regional sedemikian rupa sehingga mengurangi perbedaan. Dalam tingkat pendapatan atau PDRB per kapita antarprovinsi.
Inti dari konvergensi di dasarkan pada dua hipotesis berbeda namun saling terkait. Pertama, hipotesis mengejar ketinggalan dari Abramovits (1986) yang kalau digunakan di dalam konteks pertumbuhan ekonomi regional. Kedua, adalah dari Barro dan Sala-i-Martin (1992) bahwa laju pertumbuhan PDB per kapita cenderung berhubungan dengan PDB perkapita awal. Penelitian mengenai konvergensi di Indonesia di dapat di katakan masih sangat terbatas.
Tujuan analisis konvergensi lima tahun adalah untuk memahami stabilitas konvergensi: dalam periode lima tahun, yang mana pertumbuhan PDRB per kapita antarprovinsi memperlihatkan kecenderungan yang kuat untuk konvergen dan dalam periode lima tahun, yang mana perbedaan PDRB per kapita antarprovinsi cenderung membesar.

Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita AntarProvinsi
Pengeluaran konsumsi C rumah tangga (RT) per kapita per provinsi merupakan salah satu indikaator alternatif yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat perbedaan dalam tingkat kesejahteraan penduduk antarprovinsi. Hipotesisnya adalah sebagai berikut. Semakin tinggi pendapatan per kapita di suatu daerah, semakin tinggi pengeluaran C per kapita di daerah tersebut. Tentu dengan dua asumsi: sifat menabung (S) dari masyarakat tidak berubah (rasio S terhadap PDRB tetap tidak berubah) dan pangsa kredit di dalam pengeluaran C RT juga konstan. Tanpa kedua asumsi ini, tinggi – rendahnya pengeluaran C RT tidak selalu mencerminkan tinggi rendahnya pendapatan per kapita di daerah tersebut.
Selain perbedaan dalam tingkat pengeluaran C per kapita dan distribusinya menurut kelompok penduduk per provinsi, seperti yang telah di bahas di atas, variasi dalam pola C masyarakat antarprovinsi dapat juga di gunakan sebagai suatu indikator alternatif untuk mengukur perbedaan dalam derajat kesejahteraan masyarakat antarprovinsi. Yang di maksud dengan pola C adalah alokasi persentase pengeluaran untuk memenuhi C makanan vis-a-vis nonmakanan.

Indeks Pembangunan Manusia
Indeks pembangunan manusia (IPM), atau dikenal dengan sebutan human development index (HDI) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni perkembangan manusia. IPM adalah suatu indeks komposisi yang di dasarkan pada tiga indikator, yakni (a) kesehatan; (b) pendidikan yang di capai; dan (c) standar kehidupan. Jadi, jelas bahwa tiga unsur ini sangat penting dalam menentukan tingkat kemampuan suatu provinsi untuk meningkatkan IPM-nya. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, selain juga di pengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastrukturdan kebijakan pemerintah. Jadi, IPM di suatu provinsi akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, dan nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi di provinsi tersebut.
Hipotesisnya adalah sebagai berikut. Semakin baik pembangunan ekonomi di suatu provinsi semakin tinggi tingkat pendidikan rata-rata masyarakat atau semakin tinggi angka melek huruf (semakin rendah angka buta huruf) dan semakin lama rata-rata lama sekolah. Pendapatan, di ukur dengan tingkat pendapatan riil per kapita berdasarkan kemampua belanja dari suatu nilai mata uang, atau tingkat pengeluaran C rata – rata per kapita. Hipotesisnya adalah bahwa semakin baik pembangunan ekonomi di suatu daerah semakin tinggi tingkat pendapatan riil masyarakat rata – rata per kapita yang berarti semakin baik standar hidup masyarakat di daerah tersebut.

Tingkat Kemiskinan
Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan juga bagus di gunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat ketimpangan ekonomi antar daerah. Kalu dilihat distribusi dari jumlah penduduk miskin di Indonesia, lebih dari 55% nya terdapat di pulau Jawa. Pulau Jawa memang merupakan pusat kemiskinan di Indonesia, dan hal ini erat kaitannya dengan angka kepadatan penduduk yang memang di pulau Jawa paling tinggi di bandingkan di provinsi – provinsi lain di tanah air. Fakta ini memberi kesan adanya suatu korelasi positif antara kepadatan penduduk (jumlah penduduk di bagi luas wilayah) dan tingkat kemiskinan di suatu wilayah.
Selain denganjumlah orang hidup di bawah garis kemiskinan atau sebagai suatu persentase dari jumlah populasi, besarnya kemiskinan di suatu wilayah dapat juga di ukur dengan sejumlah variabel lain seperti jumlah rumah tangga yang membayar listrik (PLN), yang memiliki kendaraan bermotor, atau yang memiliki sambungan telepon per 1000 rumah tangga.

Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB
perbedaan tingkat pembangunan antarprovinsi dapoat juga di lihat dari perbedaan peranan sektoral dalam pembentukan PDRB. Secara hipotesis dapat di rumuskan bahwa semakin besar peran dari sektor – sektor ekonomi yang memiliki NT tinggi, seperti industri manufaktur terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu wilayah, semakin tinggi pertumbuhan PDRB di wilayah tersebut.
Sebagai suatu ilustrusi empiris, hasil perhitungan distribusi PDB nasional menurut provinsi dari Tambunan (2001) bahwa pada umumnya provinsi-provinsi yang pertumbuhan PDRB-nya tinggi adalah provinsi-provinsi yang ekonominya di dominasi oleh industri manufaktur, seperti semua provinsi di Jawa, Kalimantan Timur (31,2%), Kalimantan Selatan (21,5%), Sumatera Selatan (21,1%), dan di Aceh (27,8%). Sedangkan provinsi-provinsi yang pertumbuhan PDRB-nya relatif lebih rendah adalah provinsi-provinsi dimana pertanian merupakan sektor ekonomi yang dominan.
Sektor-sektor ekonomi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni primer, sekunder, dan tersier. Yang termasuk sektor-sektor primer adalah pertambangan (termasuk penggalian); dan pertanian. Sekunder adalah industri manufaktur, listrik, gas,dan air bersih, serta bangunan. Sektor-sektor lainnya adalah sektor-sektor tersier. Di ukur dengan nilai tambah, sektor-sektor sekunder adalah sektor-sektor dengan nilai tambah terbesar, khususnya karena kontribusi dan industri manufaktur, sedangkan terendah adalah sektor-sektor primer.

Faktor – Faktor Penyebab Ketimpangan
1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antardaerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah akan cenderung akan mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
2. Alokasi Investasi
Indikator lain juga menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk periode 1997-2002 menunjukkan bahwa I, baik PMDN maupun PMA, terpusatkan di wilayah Jawa. Dapat dibayangkan bahwa bila selama ini memang ada peralihan T, sistem manajemen dan know-how lainnya dari PMA terhadap ekonomi dan masyarakat lokal, tentu semua itu tidak lebih banyak dinikmati oleh masyarakat dan dunia usaha di Jawa.

3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi, seperti L dan K antarprovinsi juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Relasi antara mobilitas faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan atau pertumbuhan antarprovinsi dapat lebih jelas di pahami dengan pendekatan analisis mekanisme pasar output dan pasar input . dasar teorinya adalah sebagai berikut. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antarprovinsi membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antarprovinsi sejak perbedaan tersebut, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input bebas (tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya sebagai akibat dari suatu kebijakan pemerintah), mempengaruhi mobilitas atau (re) alokasi faktor produksi antarprovinsi.
Pada saat ekonomi di provinsi tersebut mengalami tingkat kedewasaan, yakni pada saat kapasitas produksinya mencapai titik maksimum, penambahan ekstra faktor produksi tidak akan lagi menghasilkan peningkatan produktivitas dari ekstra faktor produksi tersebut (constant return to scale).

4. Perbedaan SDA Antarprovinsi
Dasar pemikiran klasik sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur di bandingkan di daerah yang miskin SDA. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam arti SDA harus dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Dan untuk maksud ini, diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah T dan SDM. Provinsi-provinsi di Indonesia yang kaya SDA, seperti di Aceh, Riau, Kalimantan dan Irian Jaya memang masih lebih baik dibandingkan provinsi-provinsi di luar Jawa yang miskin SDA. Akan tetapi, tingkat pendapatan di provinsi-provinsi kaya tersebut tidak lebih tinggi dibandingkan di Jawa yang miskin SDA tetapi sangat kaya SDM dan T.

5. Perbedaan Kondisi Demografis Antarwilayah
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis antarprovinsi. Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplain yang tinggi,dan etos kerja yang tinggi merupakan aset penting bagi produksi.

6. Kurang Lancarnya Perdagangan Antarprovinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, bahan baku, material-material lainnya untuk produksi dan jasa. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa antardaerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu provinsi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran.
Teori dan Model Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah. Di antaranya yang umum di gunakan adalah teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori daya tarik industri.

1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
a. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
b. Teori Lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu daerah.
c. Teori Daya Tarik Industri
Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering dipertanyakan, jenis-jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan)?. Ini adalah masalah membangun portofolio industri suatu daerah. Faktor-faktor daya tarik antara lain.
• NT tinggi per pekerja (produktivitas)
• Industri-industri kaitan
• Daya saing di masa depan
• Spesialisasi industri
• Potensi X
• Prospek bagi permintaan domestik
Sedangkan faktor-faktor penyumbang pada daya tarik industri dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok.
• Faktor-Faktor Pasar
• Faktor-Faktor persaingan
• Faktor-Faktor keuangan dan Ekonomi
• Faktor-Faktor T

2. Model Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
a. Analisis shift-share (SS)
Analisis ini di anggap sebagai teknik yang sangat baik untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional.
b. Location Quotient (LQ)
LQ adalah suatu teknik yang digunaka untuk memperluas metode analisis sebelumnya (SS), yaitu untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi/sektor yang sama pada tingkat nasional.
c. Angka Pengganda Pendapatan
Metode ini umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut.
d. Analisis Input – Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut, serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara AS dan AD.
e. Model Pertumbuhan Harrod – Domar
Inti dari pertumbuhan Harrod-Domar adalah suatu relasi jangka pendek antara peningkatan I dan pertumbuhan ekonomi.

Bab 3
Penutup

• Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
• Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.
• Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus memperkirakan potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).
• Teori basis ekonomi berdasarkan pada ekspor barang (komoditas). Sasaran pengembangan teori ini adalah peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan.
• Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten.
• Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industri lewat pemberian subsidi dan insentif.

DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Tulus T.H (1996), Perekonomian Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Industrialisasi

Minggu ke-5 Industrialisasi

Download Tulisan di Atas ..

Sektor Pertanian

    Sektor Pertanian
    Bab 1
    Pendahuluan

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran cukup penting dalam menunjang peningkatan perekonomian dewasa ini. Salah satu sub-sektor pertanian yang diharapkan kontribusinya dalam perekonomian Indonesia adalah sub-sektor tanaman hortikultura, termasuk di dalamnya adalah komoditi bunga potong. Pengembangan usaha florikultura, khususnya bunga potong sampai saat ini menunjukkan adanya perubahan yang nyata, baik luas areal produksi yang di usahakan, jenis produksi yang di budidayakan, teknologi yang digunakan maupun volume penjualan yang dihasilkan. Industri bunga potong atau biasa yang disebut dengan istilah florikultura ini menjadi salah satu industri yang sedang berkembang di Indonesia.
Dilihat secara nasional maupun global, florikultura merupakan sektor bisnis yang punya potensi besar dan sangat menjanjikan. Di tingkat nasional, industri pertanian bunga ini setidaknya sudah terbukti mampu ikut menggerakkan sektor riil dan menghidupi banyak orang. Tanaman hortikultura, khususnya bunga potong (cut flower) merupakan komoditi yang sangat khas, dimana para pengusaha dituntut untuk lebih memberikan perhatian khusus dalam pengusahaannya yang didasarkan atas keterampilan seni, keterampilan dalam hal penguasaan teknologi budidaya dan kemampuan dalam memperdagangkan hasil produksi. Pengusaha bunga potong juga di tuntut dapat untuk memperdagangkan produksinya dalam keadaan segar dan menampilkan bentuk dan warna produksinya yang secara artistik mampu menarik calon konsumen.

    Bab 2
    Pembahasan


Peranan sektor pertanian :kerangka analisis

Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di LDCs dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat (4) bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut.

(1) Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang kontinyu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur (misalnya industri makanan dan minuman) dan perdagangan. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.

(2) Di negara-negara agraris seperti indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.

(3) Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Selain itu, menurut teori penawaran tenaga kerja (L) tak terbatas dari Arthur Lewis dan telah terbukti dalam banyak kasus, bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus L dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor perkotann lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi.

(4) Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor (subsitusi impor). Kuznets menyebutnya kontribusi devisa.

1. Kontribusi Produk

Konstribusi pertanian terhadap PDB dapat dilihat dari relasi antara pertumbuhan dari kontribusi tersebut dengan pangsa PDB awal dari pertanian dan laju pertumbuhan relatif dari produk-produk neto pertanian dan non pertanian. Jika Pp = produk neto pertanian, Pnp = produk neto non pertanian, dan Pn = total produk nasional atau PDB.
Laju penurunan peran sektor pertanian secara relatif di dalam ekonomi cenderung berasosiasi dengan kombinasi dari tiga hal berikut. Pangsa PDB awal dari sektor-sektor non pertanian yang relatif lebih tinggi daripada pangsa PDB awal dari pertanian, laju pertumbuhan output pertumbuhan yang relatif rendah, dan laju pertumbuhan output dari sektor-sektor non pertanian yang relatif tinggi (yang membuat suatu perbedaan positif yang besar antara pangsa PDB dari nonpertanian dengan pangsa PDB dari pertanian.
Di dalam sistem ekonomi terbuka, besarnya kontribusi produk terhadap PDB dari sektor pertanian baik lewat pasar maupun lewat keterkaitan produksi dengan sektor-sektor non pertanian, misalnya industri manufaktur, juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan sektor itu sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar. Dari sisi pasar, kasus Indonesia menunjukkan bahwa pasar domestik didominasi oleh berbagai produk pertanian dari luar negeri, mulai dari beras, buah-buahan, sayuran, hingga daging. Dari sisi keterkaitan produksi, kasus Indonesia menunjukkan bahwa banyak industri seperti industri minyak kelapa sawit (CPO) mendapatkan bahan baku di dalam negeri karena komoditi-komoditi tersebut di ekspor dengan harga jual di pasar luar negeri jauh lebih mahal daripada di jual ke industri-industri tersebut.

2. Kontribusi Produk

Negara agraris dengan proporsi populasi pertanian (petani dan keluarganya) yang besar seperti Indonesia merupakan sumber sangat penting bagi pertumbuhan pasar domestik produk-produk dari sektor nonpertanian, khususnya industri manufaktur. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri, baik barang-barang konsumer (makanan,pakaian,rumah atau bahan-bahan bangunan, transportasi, mebel dan peralatan rumah tangga lainnya), maupun barang-barang perantara untuk kegiatan produksi (pupuk, pestisida, alat-alat pertanian).
Dua faktor penting yang dapat sebagai prasyarat peranan sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya terhadap diversifikasi dan pertumbuhan output sektor-sektor non pertanian. Pertama, dampak dari ketrebukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri, tetapi juga barang-barang impor. Kedua, jenis teknologi yang digunakan di sektor pertanian yang menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi di sektor tersebut.

3. Kontribusi Faktor-Faktor Produksi

Ada dua faktor produksi yang dapaat di alihkan dari pertanian ke sektor-sektor nonpertanian, tanpa harus mengurangi volume produksi(produktivitas) di sektor pertama. Pertama, L: di dalam teori Arthur Lewis dikatakan bahwa pada saat pertanian mengalami surplus L (dimana MP dari penambahan satu L mendekati atau sama dengan nol) yang menyebabkan tingkat produktivitas dan pendapatan riil per L di sektor tersebut rendah, akan terjadi transfer L dari pertanian ke industri. Kedua, modal: surplus pasar (MS) di sektor pertanian bisa menjadi salah satu sumber I di sektor-sektor lain. MS adalah surplus produk (Pp) dikali harga jual (Pp).
MS = Pp x Pp
Selain faktor-faktor di atas, untuk mendapatka MS, kinerja sektor pertanian itu sendiri harus baik, dalam arti bisa menghasilkan surplus, dan terakhir ini sangat ditentukan oleh kekuatan sisi suplainya (teknologi, infrastruktur dan SDM), serta dari sisi permintaan (pasar) oleh nilai tukar antara produk pertanian dengan produk nonpertanian, baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri.

4. Kontribusi Devisa

kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan devisa adalah lewat peningkatan ekspor (x) dan/atau pengurangan tingkat ketergantungan negara tersebut dengan impor (M) atas komoditi-komoditi pertanian. Tentu, kontribusi sektor itu terhadap X juga bisa bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan X atau pengurangan M produk-produk berbasis pertanian seperti makanan dan minuman, tekstil dan produk-produknya, barang-barang dari kulit, ban mobil, obat-obatan, dan lain-lain.
Akan tetapi, peran sektor pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Seperti telah dibahas sebelumnya, kontribusi produk dari sektor pertanian terhadap pasar dan industri domestik bisa tidak besar karena sebagaian besar produk pertanian di ekspor dan/atau sebagaian besar kebutuhan pasar dan industri domestik di suplai oleh produk-produk impor. Dalam kata lain, usaha peningkatan X pertanian bisa berakibat negatif terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya, usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi pertumbuhan X pertanian.
Untuk menghindari trade-off seperti ini, maka ada dua hal yang perlu dilakukan di sektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi di satu sisi, dan meningkatkan daya saing produk-produknya di sisi lain. Namun, bagi banyak LDCs termasuk Indonesia, melaksanakan duapekerjaan ini tidak mudah, terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan K.

Kinerja dan Peran Sektor Pertanian di Indonesia

1. Pertumbuhan output sejak tahun 1970-an

Mungkin sudah merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan prosesindustrialization, dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor sekunder lainnya dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena secara rata-rata, elastisitas pendapatan dari permintaan terhadap komoditas pertanian lebih kecil daripada elastisitas pendapatan dari permintaan terhadap produk-produk dari sektor-sektor lain seperti barang-barang industri. Jadi, dengan peningkatan pendapatan, laju pertumbuhan permintaan terhadap komoditas pertanian lebih kecil daripada terhadap barang-barang industri.

2. Pertumbuhan dan Diversivikasi Ekspor

Komoditas pertanian Indonesia yang di ekspor cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah. Selama 1993-2001, nilai X total dari komoditas-komoditas ini rata-rata pertahun hampir mencapai 3 miliar dolar AS. Di antara komoditi-komoditi tersebut, yang paling besar nilai ekspornya adalah udang denagn rata-rata sedikit di atas 1 miliar dolar AS selama periode yang sama. Udang memang merupakan komoditas perikanan yang terpenting dalam X hasil perikanan Indonesia. Selain itu Indoneisa juga mengekspor hasil perikanan bukan bahan makanan seperti rumput laut, mutiara, dan ikan hias. Peran ini bisa dilihat kontribusinya terhadap pembentukan PDB dan X total. Semakin tinggi tingkat pembangunan ekonomi (yang terefleksi dengan semakin tingginya pendapatan perkapita), semakin penting peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.

3. Kontribusi terhadap kesempatan kerja

Sudah diduga bahwa di suatu negara agraris besar seperti Indonesia, dimana ekonomi dalam negerinya masih didominasi oleh ekonomi pedesaan, sebagaian besar dari jumlah angkatan/tenaga kerja (L) bekertja di pertanian. Kalau dilihat pola kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur selama periode tersebut, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu tren pertumbuhan yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan apa yang diprediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi jangka panjang.

4. Ketahanan pangan

Di Indonesia, ketahanan pangan merupakan salah satu topik yang sangat penting, bukan saja dilihat dari nilai-nilai ekonomi dan sosial, tetapi masalah ini mengandung konsekuensi politik yang sangat besar. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan kelangsungan suatu kabinet pemerintah atau stabilitas politik di dalam negeri apabila Indonesia terancam kekurangan pangan atau kelaparan. Bahkan di banyak negara, ketahanan pangan sering digunakan sebagai alat politik dari seorang presiden untuk mendapat dukungan rakyatnya.
Konsep ketahanan pangan yang di anut Indonesia dapat dilihat dari Undang- Undang (UU) No.7 tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan bahwa “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercemin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. UU ini sejalan dengan definisi ketahan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat. Implikasi kebijakan dari konsep ini adalah bahwa pemerintah, di satu pihak, berkewajiban menjamin kecukupan pangan dalam arti jumlah, dengan mutu yang baik serta stabilitas harga dan pihak lain, peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya dari golongan berpendapatan rendah.


a. Kebutuhan Pangan Nasional

Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun, keterbatasan stok pangan bisa di akibatkan oleh dua hal: karena volume produksi rendah (yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata keseluruh dunia: banyak daerah seperti Afrika mengalami krisis pangan, sementara di eropa Barat, Amerika Utara, dan sebagaian Asia mengalami kelebihan pangan.
Walaupun demikian, lebih besarnya tingkat pertumbuhan volume produksi pangan dunia dibandingkan laju pertumbuhan penduduk dunia bukan berarti tidak ada orang yang akan kekurangan pangan. Bahkan sebaliknya, menurut perkiraan FAO jumlah penduduk dunia yang kekurangan pangan akan meningkat dan pada tahun 2015 diperkirakan sebanyak 580 juta jiwa. Masih akan banyak penduduk dunia yang mengalami kekurangan pangan, sehingga memberi kesan bahwa masalah pangan dunia bukan masalah keterbatasan produksi (seperti dalam pemahaman Malthus). Tetapi masalah distribusi.
Sumodiningrat (2000) juga membuat suatu prediksi mengenai kebutuhan beras nasional dengan memakai data dari lembaga demografi Universitas Indonesia (LDUI). Prediksi ini di dasarkan pada beberapa asumsi: (1) setiap penduduk mengkonsumsi 144 kilogram pertahun; (2) seluruh penduduk mengkonsumsi beras, dan (3) luas wilayah dan jumlah penduduk di Indonesia relatif tidak berubah (artinya lepasnya provinsi kecil seperti timor timur tidak banyak berpengaruh dalam hitungannya).

Produksi Dalam Negeri dan Ketergantungan Pada Impor
Bukan hanya di alami oleh Indonesia, tetapi memang secara umum ketergantungan LDCs terhadap M pangan makin besar jika di bandingkan 10 atau 20 tahun lalu. Menurut data dari FAO, M pangan dari LDCs tahun 1995 sekitar 170 juta ton, dan di perkirakan akan meningkat menjadi 270 juta ton pada tahun 2030. Sebaliknya, X produk-produk pangan dari DCs akan semakin besar, yang oleh FAO diperkirakan akan naik dari 142 juta ton tahun 1995 menjadi 280 juta ton tahun 2030.
Dalam hal beras, menurut pengakuan pemerintah, untuk mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 200 juta jiwa, setiap tahunnya Indonesia harus M beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tidak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk tetapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik dan sosial).
Walaupun masalah M beras ramai di bicarakan baru sejak terjadinya krisis ekonomi, namun sebenarnya ketergantungan Indonesia terhadap M beras sudah mulai kelihatan jauh sebelum itu. Masalahnya sekarang bukan mempersoalkan apakah membiarkan M beras terus berlangsung merupakan suatu kebijakan yang salah atau tidak, tetapi, pertanyaannya adalah apakah produksi beras dalam negeri memang lebih kecil daripada kebutuhan beras di dalam negeri sehingga M beras tinggi selama ini, atau ada penyebab lainnya, misalnya karena adanya perbedaan arga antara beras domestik dengan beras M? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui besarnya produksi dan konsumsi beras di dalam negeri rata-rata per-tahun selama ini. Namun pertanyaannya sekarang: apakah volume produksi bebas pertahun tersebut mencukupi kebutuhan konsumsi beras nasional? Apabila dilihat dari sisi banyaknya beras yang dikonsumsi di dalam negeri selama periode menjelang akhir 1980-an hingga krisis ekonomi (1998), pada tahun-tahun tertentu tingkat produksi beras berada di bawah garis swasembada, yang artinya produksi beras tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, sehingga M beras meningkat. Selanjutnya, posisi persediaan beras ( total dari produksi dalam negeri, M, X, dan bantuan luar negeri).

    Faktor – faktor determinan

Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor, eksternal maupun internal. Satu – satunya faktor eksternal yang tidak bisa di pengaruhi oleh manusia adalah iklim; walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, faktor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (milimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan faktor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah luas lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur termasuk irigasi, jumlah dan kualitas L (SDM), K dan T.
Faktor – faktor internal ini memiliki tingkat krusial yang sama, dalam arti keterkaitan antar faktor sifatnya komplementer; terkecuali hingga tingkat tertentu antara faktor manusia (L) dan faktor T. Hingga saat ini sudah cukup banyak studi yang telah dilakukan mengenai pengurangan lahan pertanian di indonesia. Di antaranya adalah dari Sudaryanto (2001) yang menunjukkan bahwa lebih dari 55% lahan sawah yang mengalami pengalihan di Jawa beralih fungsi menjadi pemukiman (termasuk real estate), kawasan industri dan prasarana sosial ekonomi lainnya. Kalau dilihat dari perbandingan antara hasil survei pertanian (SP) 1983 dengan hasil SP 1993, dalam periode 10 tahun tersebut, total konversi lahan pertanian mencapai 1,28 juta ha. Survei pertanian berikutnya dilakukan pada tahun 2003 ini; jika tidak ada informasi mengenai perubahan lahan panen setelah tahun 1993. Sementara itu, BPS menyajikan data setiap tahun mengenai luas lahan panen tanaman padi.
Satu hal yang menarik dari data BPS tersebut adalah bahwa sejak 1994, Jawa tidak lagi mendominasi luas lahan tanaman padi di Indonesia (kecuali 1999). Tahun 1993 luas lahan di Jawa 5.514 ribu ha, dibandingkan 5.498 ribu ha di luar Jawa. Namun, tahun 1994 luas lahan di Jawa menurun menjadi 5.176 ribu ha, sementara di luar Jawa bertambah menjadi 5.557 ribu ha, dan struktur ini berlangsung hingga 2001.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa saat ini lahan yang di gunakan untuk pertanian kurang dari 20% dari seluruh wilayah Indonesia, dibandingkan 40% dari jumlah populasi di Indonesia yang hidup langsung dari pertanian. Berdasarkan data spesial dari Atlas Tata Ruang Pertanian Nasional yang di susun oleh Putlisbang Tanah dan Agroklimat, sekitar 53% wilayah Indonesia (yang seluruhnya sekitar 192 juta ha) tergolong sesuai untuk budidaya pertanian.
Sempitnya lahan juga berdampak negatif terhadap produktivitas padi, walaupun pemakaian teknologi serta penerapan metode-metode produksi yang tepat sesuai luas lahan dapat mengurangi dampak negatif tersebut. Sebenarnya yang terpenting bukan total luas lahan, melainkan luas lahan rata-rata yang dimiliki setiap petani. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa semakin kecil luas lahan per petani semakin rendah tingkat produktivitas karena semakin sulit mencapai produksi yang optimal.

    Nilai tukar petani

1. Pengertian Nilai Tukar Petani

Yang di maksud dengan nilai tukar petani adalah nilai tukar suatu barang dengan barang lain, jadi suatu rasio harga (nominal atau indeks) dari dua barang yang berbeda. Di dalam literatur perdagangan internasional, pertukaran dua barang yang berbeda di pasar dalam negeri dalam nilai mata uang nasional disebut dasar tukar dalam negeri, sedangkan di pasar internasional dalam nilai mata uang internasional (misalnya dolar AS) di sebut dasar tukar internasional atau umum di kenal dengan terms of trade. (T0T. Jadi T0T adalah harga relatif ekspor terhadap harga impor, atau rasio antara indeks harga ekspor terhadap indeks harga M.
Sedangkan, pengertian nilai tukar petani (NTP) sedikit berbeda dengan T0T di atas. NTP hanya menunjukkan perbedaan antara harga output pertanian dengan harga input pertanian, bukan harga barang – barang lain seperti pakaian, sepatu, dan makanan. Atau lebih jelasnya NTP adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani, yakni indeks harga jual output-nya terhadap indeks harga yang dibayar petani, yakni indeks harga input-input yang di gunakan untuk bertani, misalnya pupuk. Berdasarkan rasio ini, maka dapat dikatakan semakin tinggi NTP, semakin baik profit yang diterima petani atau semakin baik posisi pendapatan petani.

2. Perkembangan NTP di Indonesia

NTP berbeda menurut wilayah atau provinsi karena adanya perbedaan inflasi (laju pertumbuhan indeks harga konsumen), sistem distribusi pupuk dan input-input pertanian lainnya, serta perbedaan titik ekuilibrium pasar untuk komoditas-komoditas pertanian. Ekuilibrium pasar iu sendiri di pengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan di wilayah tersebut. Dari sisi penawaran, faktor penentu utama adalah volume atau kapasitas produksi di sektor pertanian (di tambah dengan impor kalau ada), sedangkan dari sisi permintaan terutama adalah jumlah penduduk (serta komposisinya menurut umur dan jenis kelamin) dan tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata perkapita. Secara teoretis, dapat diduga bahwa pusat-pusat produksi beras, misalnya karawang (Jawa Barat), pada saat musim panen pasar beras di wilayah tersebut cenderung mengalami kelebihan stok beras, sehingga harga beras per kilo di pasar lokal cenderung menurun. Sebaliknya, pasar beras di wilayah bukan pusat produksi beras, misalnya kalimantan, cenderung mengalami kekurangan, sehingga harga beras perkilo dipasar setempat naik. Akan tetapi bukan berarti bahwa NTP di Karawang selalu harus lebih rendah daripada di Kalimantan.
Perkembangan NTP tersebut menunjukkan bahwa petani di Jawa Barat dan Jawa tengah mengalami kerugian dari perubahan kedua indeks harga tersebut, sementara petani di Yogyakarta dan Jawa Timur mengalami keuntungan. Hal ini bisa disebabkan oleh kombinasi dari sejumlah faktor, di antaranya yang diperkirakan sangat dominan adalah sistem pendistribusian pupuk yang mungkin lebih baik di DI Yogyakarta dan Jawa Timur, di bandingkan di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

3. Penyebab Lemahnya NTP

Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa perubahan NTP disebabkan oleh perubahan IT dan/atau IB. Oleh karena itu, pengkaji terhadap penyebab lemahnya NTP dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor penyebab rendahnya IT dan faktor-faktor penyebab tingginya IB. Faktor-faktor tersebut dapat berbeda menurut jenis komoditas. Misalnya, dari sisi IT, jelas beras dan jeruk berbeda dalam pola persaingannya. Di Indonesia, petani beras di dalam negeri mengalami persaingan yang sangat ketat, termasuk dengan beras impor. Karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, yang artinya selalu ada permintaan dalam jumlah yang besar, maka semua petani berusaha untuk menanam padi atau memproduksi beras saja. Hal ini membuat harga beras di pasar domestik cenderung menurun hingga (pada titik ekuilibrium jangka panjang) sama dengan biaya marjinal, atau sama dengn biaya rata-rata perunit output. Ini artinya bahwa IT akan sama dengan IB, dan berarti keuntungan petani nol. Sedangkan, jeruk bukan merupakan suatu barang kebutuhan pokok sepenting beras, sehingga walaupun harganya baik tidak semua petani ingin menanam jeruk. Jadi, jelas disersifikasi output di sektor pertanian sangat menentukan baik tidaknya NTP di Indonesia.
Selain itu, karena beras adalah makanan pokok, maka permintaan beras lebih di pengaruhi oleh jumlah manusia dan pendapatan masyarakat (pembeli), bukan oleh harga. Oleh karena itu, permintaan beras tidak elastis. Akibatnya, jika penawaran beras terlalu besar (pada saat musim panen), sementara permintaan relatif sama atau berkembang dengan laju yang tidak terlalu tinggi, maka harga beras bisa jatuh drastis.
Sedangkan dari sisi IB, faktor utama adalah harga pupuk, yang bagi banyak petani padi terlalu mahal. Hal ini tidak terlalu disebabkan oleh volume produksi atau suplai pupuk (termasuk pupuk impor) di dalam negeri yang terbatas, tetapi oleh adanya distorsi di dalam sisitem pendistribusiannya.

    keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor ekonomi lainnya

Tidak dapat diingkari bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997 adalah karena kesalahan industrialisasi selama Orde Baru yang tidak berbasis pada pertanian. Selama krisis ekonomi juga terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil, sedangkan sebagaian besar sektor-sektor ekonomi lainnya termasuk industri manufaktur, mengalami laju pertumbuhan yang negatif di atas satu digit. Banyak pengalaman dari DCs seperti di Eropa dan Jepang yang menunjukkan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan pembangunan di sektor pertanian. Berdasarkan uraian di atas, pertanian tepat dikatakan sebagai sektor andalan bagi perekonomian nasional, yang berarti juga sebagai motor utama penggerak sektor industri. Konsep dasarnya adalah sebagaimana yang dapat dikutip dari Simatupang dan Syafa’at (2000, hal 9) sebagai berikut. Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth), sehingga dapat pula disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian nasional.

    Bab 3
    Penutup

Kesimpulan

Pengaruh sektor pertanian lebih kecil dibandingkan sektor industri. Hal ini menyebabkan sektor pertanian tidak mampu menimbulkan efek pertumbuhan yang kuat apabila tidak disertai dengan peningkatan sektor industri. Tingkat return on scale sektor pertanian dan sektor industri mempunyai nilai lebih dari 1 (1.249) yang berarti pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan masih dapat di andalkan dari sektor pertanian dan sektor industri.
Sektor industri sebagai sektor unggulan. Dimana pemanfaatan sumber daya alam dapat di optimalkan dengan mengembangkan industri yang berorientasi pada sektor pertanian.

Saran

Saya berpendapat bahawa sektor pertanian mempunyai asas yang kukuh dan potensi yang baik serta prospek yang cerah untuk dimajukan. Kita harus menggunakan segala kepakaran yang ada untuk memajukan bidang ini demi kestabilan ekonomi negara. Rakyat Malaysia pertu berfikiran terbuka dan positif terhadap potensi sektor ini. Kita juga wajar menjadikan kejayaan negara-negara maju khususnya Jepun yang telah berjaya menguasai sektor perindustrian tetapi dalam masa yang sama terus membangunkan bidang pertanian untuk kesejahteraan hidup rakyatnya.

Daftar pustaka
Tambunan, Tulus T.H. (1996), Perekonomian Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Klik untuk mengakses viewer.php

http://cikgutancl.blogspot.com/2009/02/kepentingan-sektor-pertanian.html

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

Neraca Pembayaran

Untuk apa anda menggunakan internet ?

Untuk apa anda menggunakan internet ?
Saya menggunakan internet untuk hiburan dan mencari informasi.
Misalnya :
1. Facebook
Saya menggunakan fasilitas internet ini untuk hiburan , berkomunikasi , mencari informasi,dll.
Untuk hiburan saya menggunakan nya sebagai hiburan untuk menghilangkan jenuh atau bosan di saat waktu – waktu tertentu.
Untuk berkomunikasi saya menggunakan fasilitas internet ini untuk menyapa, berbicara lewat dunia maya dengan teman lama, teman jauh yang jarang sekali bertemu. Saya menggunakan fasilitas ini dengan berbincang – bincang, bercanda ataupun membicarakan hal yang penting saya dapat menggunakan nya lewat fasilitas ini.
Untuk mencari informasi saya menggunakan fasilitas ini untuk menambah pengetahuan dan berita – berita yang update saat ini.
2. Google
Saya menggunakan fasilitas internet ini untuk mencari informasi dan untuk mencari pengetahuan. Dalam fasilitas ini banyak informasi-informasi yang bisa saya dapat untuk mendapat pengetahuan yang ingin saya ketahui. Bahkan, tugas – tugas kuliah saya juga bisa saya kerjakan dengan baik dengan bantuan fasilitas ini.

3. Yahoo
Saya menggunakan fasilitas internet ini untuk mencari informasi dan untuk mengerjakan tugas – tugas kuliah saya. Saya lebih sering menggunakan fasilitas ini untuk mengirim dokumen – dokumen tugas kepada dosen saya.

4. Twitter
Saya menggunakan fasilitas internet ini untuk hiburan. Di dalam fasilitas internet ini saya dapat menegur sapa dengan kerabat – kerabat saya, berkomentar tentang teman – teman saya, bercanda dan untuk menghilangkan stres di saat saya jenuh.

Sejarah dari Sistem Perekonomian Indonesia

Ekonomi 2

Ekonomi II

Macam / Jenis Tenaga Kerja Berdasarkan Keahlian / Kemampuan – Terdidik, Terlatih & Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih
1. Tenaga Kerja Terdidik / Tenaga Ahli / Tenaga Mahir
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang mendapatkan suatu keahlian atau kemahiran pada suatu bidang karena sekolah atau pendidikan formal dan non formal. Contohnya seperti sarjana ekonomi, insinyur, sarjana muda, doktor, master, dan lain sebagainya.
2. Tenaga Kerja Terlatih
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu yang didapat melalui pengalaman kerja. Keahlian terlatih ini tidak memerlukan pendidikan karena yang dibutuhkan adalah latihan dan melakukannya berulang-ulang sampai bisa dan menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya adalah supir, pelayan toko, tukang masak, montir, pelukis, dan lain-lain.
3. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh tenaga kerja model ini seperti kuli, buruh angkut, buruh pabrik, pembantu, tukang becak, dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Pengertian Jenis & Macam Kegiatan Ekonomi – Arti Definisi Produksi, Distribusi dan Konsumsi – Ilmu Pendidikan Ekonomi Dasar

A. Produksi
Produksi adalah suatu kegiatan yang menghasilkan output dalam bentuk barang maupun jasa. Contoh : pabrik batre yang memproduksi batu baterai, tukang mie ayam yang membuat mie yamin, tukang pijet yang memberikan pelayanan jasa pijat dan urut kepada para pelanggannya, dan lain sebagainya.

B. Distribusi
Distribusi adalah kegiatan menyalurkan atau menyebarkan produk barang atau jasa dari produsen kepada konsumen pemakai. Perusahaan atau perseorangan yang menyalurkan barang disebut distributor. Contoh distribusi seperti penyalur sembako, penyalur barang elektronik, penyalur pembantu, biro iklan, dan lain-lain.

C. Konsumsi
Konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu prosuk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen. Perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi disebut konsumen. Contoh konsumsi dalam kehidupan kita sehari-hari seperti membeli jamu tolak angin di toko jamu, pergi ke dokter hewan ketika iguana kita sakit keras, makan di mc d, main dingdong, dan sebagainya.
Jenis / Macam Perseroan Terbatas (PT) yang Ada Di Indonesia – PT Tertutup, Terbuka, Domestik, Asing, Perseorangan dan Publik

1. Perseroan Terbatas / PT Tertutup
PT tertutup adalah perseroan terbatas yang saham perusahaannya hanya bisa dimiliki oleh orang-orang tertentu yang telah ditentukan dan tidak menerima pemodal dari luar secara sembarangan. Umumnya jenis PT ini adalah PT keluarga atau kerabat atau saham yang di kertasnya sudah tertulis nama pemilik saham yang tidak mudah untuk dipindahtangankan ke orang atau pihak lain.

2. Perseroan Terbatas / PT Terbuka
PT terbuka adalah jenis PT di mana saham-saham perusahaan tersebut boleh dibeli dan dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali sehingga sangat mudah untuk diperjual belikan ke masyarakat. Pada umumnya saham PT terbuka kepemilikannya atas unjuk, bukan atas nama sehingga tak sulit menjual maupun membeli saham PT terbuka tersebut.

3. Perseroan Terbatas / PT Domestik
PT domestik adalah PT yang berdiri dan menjalankan kegiatan operasional di dalam negeri sesuai aturan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia.

4. Perseroan Terbatas / PT Asing
PT asing adalah PT yang didirikan di negara lain dengan aturan dan hukum yang berlaku di negara tempat PT itu didirikan. Namun pemerintah telah menetapkan bahwa setiap perusahaan atau pemodal asing yang ingin berbisnis dan beroperasi di dalam negri berbentuk PT yang taat dan tunduk terhadap aturan dan hukum yang ada di Indonesia.

5. Perseroan Terbatas / PT Perseorangan
PT perseorangan adalah PT yang saham yang telah dikeluarkan hanya dimiliki oleh satu orang saja. Orang yang menguasai saham tersebut juga bertindak atau menjabat sebagai direktur di perusahaan tersebut. Dengan begitu otomatis orang itu akan akan memilik kekuasaan tunggal, yaitu mengusai wewenang diektur dan juga RUPS / rapat umum pemegang saham.

6. Perseroan Terbatas / PT Umum / PT Publik
PT Publik adalah PT yang kepemilikan saham bebas oleh siapa saja dan juga terdaftar di bursa efek.
Tambahan :

• Orang yang membeli saham disebut pemegang saham
• Tujuan membeli saham : menjadi bagian pemilik suatu perusahaan, untuk mendapatkan dividen dan bisa juga untuk spekulasi agar mendapat capital selisih harga beli dengan harga jual.
Sistem Tata Ekonomi Kapitalisme, Sosialisme dan Komunisme – Definisi, Pengertian, Arti & Penjelasan – Sejarah Teori Ilmu Ekonomi

1. Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Kapitalisme
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.
Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.

2. Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Sosialisme
Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya.
Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.

3. Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Komunisme
Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.
Jenis / Macam Kegiatan Ekonomi – Produksi, Distribusi dan Konsumsi Definisi / Pengertian – Pendidikan Pengenalan Ekonomi Dasar
Kegiatan ekonomi masyarakat baik di desa dan di kota dapat kita bagi menjadi tiga macam atau jenis, yakni :

1. Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang menghasilkan produk barang atau jasa. Contoh kegiatan produksi adalah seperti membuat tas, pempek palembang, untuk dijual atau menawarkan jasa tukang cukur rambut di bawah pohon jamblang.

2. Kegiatan Distribusi
Kegiatan distribusi adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang menyalurkan produk barang ataupun jasa dari produsen ke konsumen dengan berbagai teknik dan cara. Pihak yang melakukan distribusi adalah distributor atau dalam bahasa indonesianya adalah penyalur. Contoh kegiatan distribusi adalah agen koran, agen tenaga kerja, agen makanan ringan atau snack cemilan, dan masih banyak lagi contoh lain.

3. Kegiatan Konsumsi
Kegiatan konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan yang memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang diprosuksi atau dibuat oleh produsen. Contoh kegiatan konsumsi adalah seperti makan di warteg, nyukur jenggot di tukang pangkas rambut, berobat ke dokter kandungan, beli combro dan misro untuk dimakan sendiri atau berame-rame, dsb.
Prinsip Ekonomi Konsumen/Pembeli, Produsen dan Penjual/Pedagang – Mendapatkan Keuntungan Sebesar-Besarnya Semaksimal Mungkin
Karena terbatasnya jumlah alat pemuas kebutuhan pada kebutuhan manusia yang tanpa batas maka terjadilah prinsip ekonomi yang mengatur kegiatan perekonomian masyarakat. Setiap orang, organisasi dan perusahaan ingin mendapatkan hasil keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal serta usaha yang sekecil mungkin.
Prinsip ekonomi dapat kita bagi menjadi tiga jenis, yaitu (disertai pengertian dan arti definisi masing-masing prinsip) :

1. Prinsip Produsen
Prinsip ekonomi produsen adalah menentukan bahan baku, alat produksi serta biaya-biaya produksi yang ditekan serendah mungkin dengan menghasilkan produk yang berkualitas baik.

2. Prinsip Penjual / Pedagang / Peritel
Prinsip ekonomi penjual adalah melakukan berbagai usaha untuk memenuhi selera pembeli dengan berbagai macam iklan, promosi, reward hadiah, dan lain-lain untuk meraup banyak keuntungan dari kegiatan tersebut.

3. Prinsip Pembeli
Prinsip ekonomi pembeli adalah mendapatkan produk barang dan jasa yang baik dan mutu terbaik dengan harga semurah mungkin serta jumlah uang yang terbatas.
Pengertian & Arti Definisi Hukum Ekonomi Disertai Contoh – Pelajaran Pendidikan Ilmu Ekonomi Dasar – Belajar Dari Mudah Internet
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.

Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Masih banyak contoh lainnya yang dapat anda temukan sendiri.
Pengertian / Arti Definisi Pasar Modal – Penjelasan Dasar Mengenai Investasi Perdagangan Pasar Modal Indonesia
Pasar Modal adalah tempat perusahaan mencari dana segar untuk mengingkatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak keuntungan. Dana segar yang ada di pasar modal berasal dari masyarakat yang disebut juga sebagai investor.
Para investor melakukan berbagai tehnik analisis dalam menentukan investasi di mana semakin tinggi kemungkinan suatu perusahaan menghasilkan laba dan semakin kecil resiko yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
Pada pasar modal pelakunya dapat berupa perseorangan maupun organisasi / perusahaan. Bentuk yang paling umum dalam investasi pasar modal adalah saham dan obligasi. Saham dan obligasi dapat berubah-ubah nilainya karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Saat ini pasar modal di Indonesia adalah Bursa Efek Jakarta atau yang disingkat BEJ dan Bursa Efek Surabaya atau yang disingkat BES.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai istilah, bentuk-bentuk, dan lain sebagainya di pasar modal anda dapat membacanya di bagian artikel lain di situs ini.

Pengertian Istilah Investasi Pasar Modal – Pengertian & Arti Definisi Prospektus, Pasar Perdana, Insider, Bursa Utama, Dll
A. Prospektus
Prospektus adalah suatu dokumen yang memberikan informasi serta penjelasan mengenai penerbitan sekuritas baru beserta perusahaan penerbit.
B. Prospektus Red Herring
Prospektus Red Herring adalah prospektus yang disebarkan kepada calon investor sebelum adanya izin persetujuan penerbitan oleh Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal).
C. Pasar Perdana
Pasar Perdana adalah pasar tempat perusahaan yang baru menerbitkan sekuritas untuk menambah modal perusahaan.
D. Pasar Sekunder
Pasar Sekunder adalah pasar tempat jual beli saham-saham perusahaan yang telah terbit untuk menambah modal perusahaan.
E. Insider / Pihak Dalam
Pihak Dalam atau Insider adalah pejabat, pemegang saham, direktur, dsb yang bisa mendapatkan informasi kegiatan dan kondisi operasional suatu perusahaan tertentu.
F. Harga Penawaran
Harga Penawaran adalah harga jual saham biasa yang ditawarkan kepada masyarakat umum.
G. Bursa Utama
Bursa Utama adalah suatu tempat resmi dan legal untuk perdagangan sekuritas yang telah terdaftar. Contohnya adalah Bursa Efek Surabaya / BES dan Bursa Efek Jakarta / BEJ yang menggabungkan diri.
H. Bursa Paralel
Bursa Paralel adalah jaringan dealer yang mengurus perdagangan sekuritas yang belum terdaftar secara resmi.
I. Perusahaan Publik
Perusahaan Publik adalah perusahaan yang pemiliknya adalah orang-orang yang menyertakan modal dan tidak terlibat secara langsung dalam operasional dan manajemen perusahaan tersebut.
J. Biaya Emisi
Biaya Emisi adalah biaya yang dikenakan atas penerbitan obligasi atau saham baru.
K. Persyaratan Margin
Persyaratan Marjin yaitu peraturan yang mengatur persentasi utang maksimum yang dapat digunakan untuk membeli sekuritas.

Pengertian / Arti Definisi Saham Biasa Dan Saham Preferen – Ilmu Pengetahuan Dasar Investasi Ekonomi Keuangan
A. Saham Biasa
Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagaian pendapatan tetap / deviden dari perusahaan serta kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan.
Orang yang memiliki saham suatu perusahaan memiliki hak untuk ambil bagian dalam mengelola perusahaan sesuai dengan hak suara yang dimilikinya berdasarkan besar kecil saham yang dipunyai. Semakin banyak prosentase saham yang dimiliki maka semakin besar hak suara yang dimiliki untuk mengontrol operasional perusahaan.
B. Saham Preferen
Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan berusahan sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser.
C. Pemilik Saham Individu / Perorangan dan Organisasi / Perusahaan
Pemilik saham individu adalah orang perorangan non badan usaha yang menanamkan sejumlah uang ang dimilikinya ke pasar modal dengan ekspektasi mendapatkan laba keuntungan yang lebih tinggi daripada menabung di bank. Sedangkan pemilik saham organisasi, instansi atau perusahaan adalah badan usaha yang mengelola sebagian atau sekuluh modal yang dimilikinya untuk dikelola di pasar modal untuk mendapatkan keuntungan yang besar secara profesional.

Jenis / Macam Pedagang Perantara – Pengertian Distributor, Agen, Grosir, Agen Tunggal, Peritel, Importir & Eksportir
1. Pedagang Besar / Distributor / Agen Tunggal
Distributor adalah pedagang yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya diberikan hak wewenang wilayah / daerah tertentu dari produsen. Contoh dari agen tunggal adalah seperti ATPM atau singkatan dari agen tunggal pemegang merek untuk produk mobil.
2. Pedagang Menengah / Agen / Grosir
Agen adalah pedagang yang membeli atau mendapatkan barang dagangannya dari distributor atau agen tunggal yang biasanya akan diberi daerah kekuasaan penjualan / perdagangan tertentu yang lebih kecil dari daerah kekuasaan distributor. Contoh seperti pedagang grosir beras di pasar induk kramat jati.
3. Pedangan Eceran / Pengecer / Peritel
Pengecer adalah pedangan yang menjual barang yang dijualnya langsung ke tangan pemakai akhir atau konsumen dengan jumlah satuan atau eceran. Contoh pedangang eceran seperti alfa mini market dan indomaret.
4. Importir / Pengimpor
Importir adalah perusahaan yang memiliki fungsi menyalurkan barang dari luar negeri ke negaranya. Contoh seperti import jeruk lokam dari Cina ke Indonesia.
5. Eksportir / Pengekspor
Exportir adalah perusahaan yang memiliki fungsi menyalurkan barang dari dalam negara ke negara lain. Contoh seperti ekspor produk kerajinan ukiran dan pasir laut ke luar negeri.

Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Pancasila Di Indonesia – Belajar Sambil Browsing Internet
Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.
Tambahan :
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.
Empat / 4 Sektor Perekonomian Dalam Siklus Aliran Pendapatan (Circular Flow) – Pelajaran Ekonomi Dasar
Dalam siklus aliran pendapatan suatu perekonomian dibagi menjadi empat bidang atau sektor utama sebagai pelaku ekonomi di mana setiap sektor memiliki hubungan interaksi masing-masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.

1. Sektor Rumah Tangga
Terdiri dari individu-individu yang bersifat homogen.

a. Hubungan dengan Perusahaan

• rumahtangga melakukan pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi.
• rumah tangga mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari perusahaan.

b. Hubungan dengan Pemerintah

• rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak.
• rumah tangga menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll.

c. Hubungan dengan Dunia Internasional

• rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.

2. Sektor Perusahaan
Gabungan unit kegiatan yang menghasilkan produk barang dan jasa.

a. Hubungan dengan RumahTangga

• perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat.
• perusahaan memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga, dsb.

b. Hubungan dengan Pemerintah

• perusahaan membayar pajak kepada pemerintah.
• perusahaan menjual produk dan jasa kepada pemerintah.
Hubungan dengan Dunia Internasional
• perusahaan melakukan impor atas produk barang maupun jasa dari luar negri.

3. Sektor Pemerintah
Bertindak sebagai pembuat dan pengatur kebijakan masyarakat dan bisnis.

a. Hubungan dengan RumahTangga
pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional.
– pemerintah

b. Hubungan dengan Perusahaan
– pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha.
– pemerintah membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada.

4. Sektor Dunia Internasional / Luar Negeri
hubungan ekspor dan impor produk barang dan jasa dengan luar negeri.

a. Hubungan dengan RumahTangga
– dunia internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga.

b. Hubungan dengan Perusahaan
– dunia internasional mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.
Rumus Menghitung PDB, PNB, PNN, Pendapatan Nasional, Individu Dan Pendapatan Dapat Dibelanjakan
Di bawah ini adalah rumus untuk menghitung secara agregat Produk Domestik Bruto / PDB, Produk Nasional Bruto / PNB, Produk Nasional Netto / PNN, Pendapatan Nasional / PN, Pendapatan Individu dan Pendapatan Yang Dapat Bibelanjakan.

Semua disertai arti definisi / pengertian masing-masing istilah.
A. Menghitung Produk Domestik Bruto / PDB / Produk Domestik Kotor
Pengertian Produk Domestik Bruto atau PDB adalah hasil output produksi dalam suatu perekonomian dengan tidak memperhitungkan pemilik faktor produksi dan hanya menghitung total produksi dalam suatu perekonomian saja.
Rumusnya adalah
PDB = C + G + I + ( X – M )
atau
produk domestik bruto = pengeluaran rumah tangga + pengeluaran pemerintah + pengeluaran investasi + ( ekspor – impor )
B. Menghitung Produk Nasional Bruto / PNB / Produk Nasional Kotor
Pengertian Produk Nasional Bruto adalah hasil produksi dalam suatu wilayah yang telah dikurangi hasil faktor produksi yang pemiliknya bukan berasal dari dalam perekonomian serta ditambah nilai faktor produksi dari dalam perekonomian yang berada di luar daerah perekonomian.
Rumus hitung PNB yaitu :
Produk Nasional Bruto = PDB + hasil faktor produksi milik domestik yang ada di luar negeri – hasil output faktor produksi milik luar negeri yang ada di dalam negeri
C. Menghitung Produk Nasional Neto / PNN / Produk Nasional Bersih
Pengertian Produk Nasional Netto adalah produk nasioanl yang memperhitungkan pengeluaran investasi neto dengan mengurangi investasi bruto dengan depresiasi.
Rumus PNN yakni :
Produk Nasional Netto = Produk Nasional Bruto – Depresiasi
D. Menghitung Pendapatan Nasional / PN
Pendapatan Nasioanl merupakan pendapatan yang memperhitungkan balas jasa atas faktor produksi dengan mengurangi produk nasional neto dengan pajak tidak langsung dan ditambah dengan subsidi.
Rumus PN :
Pendapatan Nasional = Pendapatan Nasional Neto – Pajak Tidak Langsung + Subsidi
E. Pendapatan Personal / Individu / Perseorangan / PP
Pengertian Pendapatan Nasional adalah hak individu yang merupakan balas jasa atas proses produksi yang dijalani. Dari keseluruhan pendapatan nasional yang ada tidak sepenuhnya milik perseorangan, karena sebagain merupakan hak dari perusahaan seperti laba ditahan, penerimaan bukan balas jasa, pembayaran asuransi sosial dan pendapatan bunga perseorangan dari pemerintah dan konsumen.
Rumus PP :
Pendapatan Personal = Produk Nasional Neto – Laba Ditahan – Pembayaran Asuransi Sosial – Penerimaan Bukan Balas Jasa – Pendapatan Bunga Dari Konsumen dan Pemerintah
F. Pendapatan Personal Yang Dapat Dibelanjakan
Pengertian Pendapatan Personal Disposable adalah penghasilan individu dalam suatu perekonomian yang bersih dan sudah bisa dibelanjakan secara keseluruhan setelah pendapatan nasional dikurangi dengan pajak penghasilan perseorangan.
Rumus pendapatan perorangan yang dapat dibelanjakan :
Pendapatan personal yang dapat dibelanjakan = pendapatan personal – pajak pendapatan personal.
Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi/Pengeluaran Rumah Tangga – Pendidikan Ekonomi Dasar
Tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh banyak hal yang berkaitan. Seseorang membelanjakan uang yang dimiliki sebelumnya dipengaruhi oleh banyak pertimbangan akibat adanya kalangkaan.

Berikut ini dipaparkan penyebab perubahan tingkat pengeluaran atau konsumsi dalam rumah tangga :
A. Penyebab Faktor Ekonomi
1. Pendapatan
Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang tadinya makan nasi aking ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar akan meninggalkan nasi aking menjadi nasi beras rajalele. Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa jadi 3 kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.
2. Kekayaan
Orang kaya yang punya banya aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar. Contonya seperti seseorang yang memiliki banyak rumah kontrakan dan rumah kost biasanya akan memiliki banyak uang tanpa harus banyak bekerja. Dengan demikian orang tersebut dapat membeli banyak barang dan jasa karena punya banyak pemasukan dari hartanya.
3. Tingkat Bunga
Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.
4. Perkiraan Masa Depan
Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit buatuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya.

B. Penyebab Faktor Demografi
1. Komposisi Penduduk
Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi-tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi.
2. Jumlah Penduduk
Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya konsumsinya sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya sangat banyak pula.

C. Penyebab / Faktor Lain
1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya
Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memeiliki pengeluaran yang besar.
2. Gaya Hidup Seseorang
Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik kepada orang lain maupun dengan kartu kredit.

http://organisasi.org/taxonomy_menu/2/36?page=1

« Older entries